Posts

Memangnya Seberapa Kuat?

Image
Sumber:  https://mancode.id/media/images/Foto-Foto-Demo.2e16d0ba.fill-1200x800.jpg Menuju akhir bulan September tahun 2019 ini ternyata banyak sekali hal menarik. Salah satunya adalah serangkaian aksi unjuk rasa yang dilakukan mulai dari mahasiswa dari berbagai daerah, para pelajar yang masih berseragam sampai dengan rencana pekerja yang juga akan melakukan aksi serupa. Isu yang diangkat pada runtutan aksi ini kurang kebih sama semua dan tentu saja dengan motif yang hampir sama, yaitu kekecewaan dan kritik kepada para anggota dewan yang katanya mewakili rakyat. Fenomena menarik pada runtutan aksi ini adalah penggunaan bahasa yang "sangat santai". Biasanya, pada aksi sebelum-sebelumnya, poster berisi tulisan ini memang selalu berisi kritikan dan sindiran, namun dengan bahasa yang lebih kaku dan dianggap berkelas juga intelektual.  Penulis melihat fenomena sebagai fenomena yang menyenangkan. Para pengunjuk rasa lebih memperhatikan bagaimana cara pesan mereka bi

Nikotin dan Label pada Penggunanya

Rasanya nikotin sudah tak asing lagi ada di tengah masyarakat. Nikotin sendiri merupakan zat yang terdapat pada tembakau dan dapat menyebabkan kecanduan. Meski dapat memiliki beberapa akibat yang merugikan dan menyebabkan kecanduan bila dikonsumsi dalam dosis yang tak sedikit, masih saja banyak yang mengonsumsinya. Mereka yang mengonsumsi ini bisa dikatakan tak mengenal batasan gender, bahkan umur. Tak   sedikit kan kita memergoki anak-anak kecil yang merokok karena penasaran. Wajar mereka merasa penasaran, tak jarang mereka melihat orang sekitarnya, misalnya orang tua mereka yang merokok. Bukan berarti fenomena anak-anak yang merokok adalah kesalahan dan kelalaian orang tua, mereka juga pasti melarang, tapi apa daya rasa penasaran mereka mungkin makin tinggi ketika larangan ini mereka dengar. Selanjutnya, mari kita ingat kembali peniliaian yang masyarakat berikan kepada para konsumen nikotin ini. Zaman sekarang tak hanya rokok konvensional yang kita kenal sebagai produk den

Sebenarnya Mana yang Lebih Sering Menjadi Penghancur Harapan di Lingkungan Budaya Maskulin? Realita atau "Orang Terdekat"?

"Kamu tuh anak perempuan bukannya cuci piring dan ngerjain kerjaan rumah, apa gunanya saya punya anak perempuan?" "Anak perempuan tak perlu merantau dan mencari ilmu sampai jauh, beda lagi kau punya saudara laki-laki. Itu seharusnya begitu." "Maaf persyaratan utama untuk mengikuti ini adalah laki-laki." Tentu saja dengan "karena kami anggap laki-laki lebih mampu menjalankan dan melakukan hal ini" yang terselip secara laten. Peringatan awal: tulisan ini sebagian besar hanya akan berisi keluhan dari apa yang terjadi pada penulis. Menjadi anak perempuan yang hidup di tengah masyarakat menjunjung tinggi budaya maskulin sangat sulit, setidaknya itu menurut saya. Hampir semua kegiatan yang berlabel "pekerjaan rumah" akan dibebankan pada mereka perempuan. Tentu saja, lagi-lagi saya merasa terkadang sangat dirugikan terlahir dengan jenis kelamin ini. Tak hanya itu, masyarakat yang menjunjung tinggi budaya maskulin membuat keterbatas

Aku Tak Berpindah

Aku gamam akan konsep setia Apakah setia berarti selalu ada? Dalam keadaan seperti apa? Setinggi apa dirimu sampai sanggup hati meremehkan keadaan orang lain? Iri dengan yang bisa bersamamu adalah perkataan terkonyol yang meluncur dari jemarimu Iya jemarimu, kesempatan kita memiliki pertemuan untuk bertatap muka sedikit Karena waktu tak pernah marah untuk mendapat predikat bengis Bengis hanya karena tak mengizinkan manusia merasa memiliki banyak kesempatan dan menyelesaikan urusan mereka Tenang, aku tak berpindah Kau membutuhkanku, aku di sini Kau sedang lupa denganku dan tak butuh kehadiranku, aku tetap di sini Kau senang dengan temuan barumu dan tak ingin berbagi denganku, aku masih tetap di sini Kau merasa seluruh beban dunia hanya untukmu dan butuh pendengar, tentu saja aku masih tetap di sini Tak jarang dianggap bodoh dan sebagian lainnya malah kagum, keras kepala dan konsistensi kata mereka Karena aku tak bisa melepaskan dan rela melihat yang mengelilingiku mera

Tuan, Kumohon

Tuan, jangan kau berbicara perkara perjuangan yang bahkan sejak pertama kali kau hirup udara di dunia ini tak pernah kau lakukan. Tuan, rasanya tak etis meremehkan masalah hidup eigendom orang lain yang bahkan tak kau temani sedari awal Tuan, hidup ini tak sesederhana ketika kau berucap mengomentari hidup orang lain dan membeli kebutuhan tersier yang sering kau lakukan Tuan, rasanya kesadaranmu renik saat banyak yang menjerit memohon untuk diberikan pertolongan dengan sangat bisingnya Tuan, saya yang sangat rendah ini hanya dapat mengharapkan dan menyarankan untuk mempelajari dasar hidup yang sesungguhnya tak sesederhana yang Tuan pikirkan - Tercetus ketika penulis bersama pengemudi transportasi daring yang menolak hening saat mencoba membelah kemacetan salah satu kota tersibuk di benak penulis, Jakarta.

Ternyata Seperti Ini Rasanya

          Tak pernah kukira ternyata menaruh harapan untuk menghabiskan sisa waktu yang diberikan oleh Tuhan di dunia akan terasa semenyenangkan ini. Bahkan tak kusangka dia orang yang jauh namun dekat, berasal dari masa lalu. Setelah enam tahun, namun tetap terasa hangat. Aneh ya? Tidak, rasanya aneh bukan kata yang tepat. Lagi pula, aneh memiliki kesan yang jelek untuk penggunaannya. Ah tapi siapa pula yang peduli? Tulisan ini saja ada yang membaca aku pun akan bingung. Mereka tak ada yang harus diselesaikan? Rasanya berlimpah waktu dalam hidupnya sampai disempatkan untuk membaca pendek yang tidak seberapa faedah ini.            Namun kutetap mengingat daratanku, layaknya terbang namun sisi tertentu terikat ke bumi ini. Apakah ini hasil kekecewaan yang aku dulang selama ini? Karena kebodohanku sendiri tentunya, kurang cerdas dalam menilai sifat dan sikap orang kepadaku. Terlalu naif, kumelihat semuanya bagai hal yang akan dan terus baik-baik saja. Terlalu tak acuh terhadap pert

Harga dan Nilai

Makhluk disekitar selalu berbicara harga Berhargakah untuk sekeliling? Berhargakah untuk semesta? Berhargakah diri ini? Harganya ditentukan oleh nilai Berapa nilai yang mereka berikan pada yang lain? Berapa nilai yang mereka berikan pada diri ini? Berapa nilai jiwa ini di hadapan Tuhan? Lantas, apa yang membuat mereka memiliki wewenang menentukan harga dari nilai? Mereka, makhluk, jamak Bukan Tuhan yang Esa, tunggal, berdiri sendiri Bahkan katanya, Tuhan saja memiliki perhitungan terkait harga dan nilai yang dirahasiakan dari makhluknya Bukankah semua makhluk sama? Lalu apa yang membuatmu merasa pantas untuk memutuskan berharga atau tidaknya hidup lain? Apa yang membuatmu merasa pantas untuk memutuskan bernilai atau tidaknya hidup lain? Semua makhluk itu sama, hanya perwujudan yang diberikan Tuhan saja unik pada tiap insan Makhluk sudah seharusnya menjalankan peran sebagai makhluk Menjalankan perintah Tuhan dan tak melakukan yang Tuhan larang Bukankah hal itu saj